Sunday 2 December 2018

How to stop reverse charging pop up notification on Asus Zenfone Max

Hi all, I've been a zenfone user for the last few months. I'm using Zenfone 4 Max. I chose that type due to the big capacity of the battery, and also the affordable price, hehe. When I bought it, I didnt notice about the reverse charging feature. Well I dont think I will ever need that. I really didnt know abt that feature until today.

Yes, I got problem with the reverse charging pop up notification. The pop up notification made my screen blinking because it was on and off like in a second. I barely used my max to do anything! So annoying!

I tried to get the issue solved by browsing through Asus Zentalk discussion forum, but all lead to one conclusion: I have to bring this handphone to the nearest service centre. Argh!

But something magic happened! After I read about how to use fast charging on my max, I plugged in the OTG cable that came with the unit. Then the notif appeared on the screen (not blinking like it was before), I clicked on the "cancel" option, then voila! The problem solved! I dont have to visit any service centre!

When I tried to tell this to the discussiin forum, I wast able to type on the comment section of any post related with it. I forgot what the notif said, but I just could not. That's why I tell this in my blog. I hope this will help others who got the same issue.

Goodluck everyone!

Saturday 12 August 2017

Ngeri-ngeri (tak) sedap

Ada cerita lucu. Tapi ngeri-ngeri (tak) sedap gitu deh.

Dimulai dgn melihat posting foto Ahok sdg mendatangi acara Munas Hanura bulan Agustus di Bali di salah satu group chat. Dgn kalimat provokasi yg intinya mempertanyakan bukankah seharusnya beliau itu ada di dalam kurungan? Gak pake lama ada yg posting link berita bahwa foto tsb diambil pd kegiatan Hanura lainnya di bulan Februari. Saya tertarik utk cek link tsb dan dilanjutkan mencari berita ttg vonis kurungan Ahok. Ternyata vonisnya bulan maret, jd ga salah rasanya kalo februari beliau masih berkeliaran.

Tidak ada keributan di group chat tsb. Semoga hoax berhenti sampai di situ, batin saya.

Masih di hari yg sama, postingan dengan kalimat provokasi yg sama muncul 2x di timeline facebook. Yg pertama diposting oleh seorang dokter. Saya sampaikan link yg sudah saya cek. Dokter tsb bilang "Oo.. Begitu ya? Thanks infonya," masalah selesai. Posting dihapus. Alhamdulillah.

Bukan. Saya bukan ahoker. Saya cuma orang yg ga suka fitnah bertebaran. Saya ga suka jika kita membenci seseorang lantas begitu mudahnya terprovokasi berita palsu. Apalagi kalo yg melakukannya muslim. Saya malu. Muslim harusnya tidak bodoh krn islam sangat pro pada ilmu pengetahuan.

Berikutnya, foto dgn kalimat provokasi yg sama nongol lagi di timeline. Kali ini dimuat oleh orang yg tidak saya kenal namun dishare oleh teman sekolah saya dulu, sebut saja si A. Hal yg sama saya lakukan. Share link berita td sambil bilang bahwa foto tsb berasal dr bulan Februari, bukan Agustus, sambil mengajak si A untuk tabayyun. Seorang kawan sekolah lainnya membenarkan, bahkan memperkuat pernyataan dgn mengatakan bahwa itu benar soalnya dia ingat lihat liputan asli yg bulan Feb itu di TV.

Di mana lucu sekaligus ngeri-ngeri (tak) sedapnya??

Ketika si A yg menshare postingan hoax tsb berkata spy tidak suudzon dan berpikir kreatif. Bahwa orang yg dia share postingannya pasti punya tujuan lain, misalnya supaya polisi lebih jujur mengungkap si mana Ahok skrg? Si A ini juga membandingkan dgn pihak Ahoker yg suka menyebar fitnah bahkan sampai media TV pun suka menyebar berita hoax. Seraya mempertanyakan apakah saya menegur mereka juga? Juga mengkaitkan dgn ketidakadilan pemberitaan TV thd ulama. Apakah TV-TV pernah tabayyun?

Lah? Saya jadi mempertanyakan; apakah jika mereka menyebar hoax lantas kita harus membalas dgn menyebar hoax juga? Apa bedanya kita dgn mereka, kalau begitu? Apa itu yg namanya berpikir kreatif? Lagipula saya tidak kenal dgn org yg posting foto, dan ilmu saya belum sampe utk membaca pemikiran dibalik postingan tsb. Saya pun menyampaikan bahwa saya menegur krn saya masih menganggap si A ini teman. Saya salut dgn semangat bela ulamanya. Tapi kalo benar bela ulama harusnya kan dgn cara yg benar ya. Jangan malu-maluin gitu lah. Tapi kalo ga suka ditegur ya oke lah. Terakhir kali dan besok-besok saya diamkan.

Lagipula, saya ga untung apa-apa kok? Hehe

Yang terjadi berikutnya adalah si A menjawab dengan kalimat panjang yg intinya mempertanyakanapakah saya sama sekali tidak pernah menyebar hoax?

Wow. Saya ga lagi nyudutin kamu kok. Gak usah lah nyerang balik begitu.. Kalo mau, cek saja beranda saya.

Saya didebat lagi, dgn dalih bahwa hoax adalah bumbunya media sosial. Hoax tidak akan pernah hilang dari medsos. Adanya postingan hoax utk melatih pengguna medsos yg pastinya sudah pintar-pintar utk membedakan mana yg benar dan mana yg hoax.

Saya ga bisa nahan ketawa lagi. Apa sih yg sedang saya lakukan? Ngapain juga menghabiskan waktu utk orang yg jalan berpikirnya ajaib begini? Aduhai..

Saya hanya membalas; kamu suka hoax? Yang tidak dijawab karena meladeni komen orang lain. Lagi-lagi dgn dalih menyalahkan pemberitaan TV yg tidak seimbang terutama pada ulama. Menyalahkan TV yg ditonton siapa saja, beda dengan medsos yg hanya diakses orang tertentu saja yang sudah pintar.

Iseng, saya bilang kalo pengguna medsos benar pintar harusnya tidak ada hoax yg menyebar di medsos.

Si A kembali mbulet dgn argumen hoax adalah bagian dari medsos. Lagipula apa benar Ahok di kurungan?

Iseng lagi, saya tanya; kamu kangen yaa sama Ahok? Saya mah enggak.

Lalu mbulet lagi dgn argumen yg itu-itu aja. Sampai seorang teman sekolah lainnya, sebut saja si B, bilang, "udah sih na, susah kalo udah beda kitab suci mah"

Saya jawab, ga boleh gitu. Kitab suci si A ini masih Alquran. Kok cuma beda dalam menyikapi masalah saja. Saya juga menyampaikan terimakasih sudah diingatkan utk mencukupkan sampai di sini. Walaupun agak telat saya menyadari bahwa memang ga ada gunanya juga meladeni orang suka debat bentuk begini.

Si B menjawab, "kalo gitu kasih tau tu orang na bahwa di quran ada ayat ttg larangan menyebar kebohongan" 

Saya bilang bahwa enough is enough. Kalo kalian berdua mau lanjut diskusi silakan tapi diskusi yg sehat yaa.. Saya pun pamit.

Notif bahwa si A menjawab komen tsb masuk akun FB saya. Saya buka dan isinya sungguh bikin ngeri-ngeri (tak) sedap babak dua. Si A bilang bahwa dia memang bodoh dan si B itu manusia paling benar paling mulia bla bla bla.

Aduhai.. Padahal postingannya salah kan tinggal didelete ya? Ga usah mbulet begitu. Endingnya play victim pula. Capedeh.

Tapi mungkin gengsi kali ya. Kan ada tu orang yg gengsi ketika ditunjukkan kesalahannya san malah semangat menunjukkan bahwa bukan dia satu-satunya yg salah. Semangat yg sangat disayangkan sekali. Mbok ya semnagat itu dalam mencari kebenaran gitu lho bukan malah semangat mencari pembenaran.

Saya ngeri kalo orang-orang yg mengaku muslim, mencintai ulama, membela islam, tapi mudah terprovokasi dan malas mencari kebenaran. Malas tabayyun.

Saya ngeri kalo orang-orang tsb cenderung bersumbu pendek, mudah dihasut, dan sangat reaktif. Tapi mengabaikan fakta yg sebenarnya.

Saya ngeri kalo pihak yg di sebrang sana kemudian memukul rata bahwa muslim yg cinta ulama dan membela islam semuanya seperti itu. Jelek lah citra muslim. Walaupun tentunya pandangan Allah lah yg paling penting, tp kalo pandangan tsb sampai pada kalangan yg Islamophobia? Saya makin ngeri membayangkannya..

Jadi marilah kita tempatkan masalah pada tempatnya. Tempatkan otak dan hati kita bukan diujung jempol, alias jangan dgn entengnya share tanpa tabayyun.

Ya kalo yg dishare resep makanan, kisah nabi, kisah-kisah dalam Alquran sih silakan langsung share. Hehe

=%=%=%=

Keesokan harinya, postingan si A muncul di timeline saya. Kali ini mempertanyakan Kurikulum di sekolah yg mengajarkan anak-anak bahwa manusia adalah keturunan monyet. Bukankah dgn demikian kita telah menyebar hoax? Dengan hashtag jadibingung sbg penutup. Saya gatel utk komen. Tapi ya buat apa? Cukup tau gaya debatnya bagaimana. Cukup tau tujuan debatnya bukan utk mencari kebenaran tapi mbulet mempertahankan gengsi. Ngapain diladenin. Hehe

Masih hari yg sama si A kembali posting bahwa jika kita mengajarkan lagu bintang kecil pada anak-anak maka kita sdgn menyebarkan hoax. Saya sbnrnya ga ngerti maksudnya gimana. Mungkin dia penganut bintang kecil di langit yang biru, buka di langit yg luas. Entah lah. Saya masih konsisten utk tdk meladeni.

Lagipula, ambil sisi positifnya saja bahwa mulai hari itu si A mulai berpikir bahwa menyebarkan hoax adalah hal yg tidak baik. Ya setidaknya, harapan saya, mudah-mudahan begitu.

Tuesday 3 January 2017

Memperpanjang Paspor (Daftar Online) dengan Tahapan Lengkap

Hai semuanya, walaupun paspor saya baru kepake buat ke luar negeri dua kali, tapi berhubung masa berlakunya akan segera habis, ngurus perpanjangan paspor deh..  Dari hasil cari-cari info via mbah Google, dapat kabar bahwa:

  1. perpanjang/bikin baru paspor bisa di mana saja, ga tergantung alamat di KTP kita
  2. pelayanannya bisa one day service
  3. ndaftarnya bisa online, nanti tinggal datang untuk verifikasi dokumen dan wawancara plus foto
  4. kalo daftarnya online, bisa lebih cepet proses di loket verifikasinya


So, saya pilih ndaftar online dulu. Dan berhubung ini kok ya barengan kadaluarsanya sama bapak dan ibu, maka sekalian lah kita menjadi trio-mengurus-perpanjang-paspor. Walopun trio tsb belum tau itu paspor bakal digunain buat apa, pemirsah.. hahaha

These are the steps

## DAY 1 ##

Kita harus daftar online dulu, jeunk. Link yg saya peroleh dari beberapa blog ga bisa dipake.

  • kata blog ini link-nya adalah ini, dan ternyata ga bisa. tulisannya "your connection is not private"
  • kata blog yang ini linknya adalah ini, dan ternyata sama kaya yang sebelumnya 
  • sedangkan menurut artikel di webnya imigrasi linknya adalah ini, yang ternyata "this site cant be reached"
Trus musti ke link yg mana donk?
Setelah saya ceki ceki ternyata sebenernya link yang di dua blog yg saya sebut pertama udah benar, hanya saja ga bisa masuk ke situ, jadi mendingan klik ini aja  ipass.imigrasi.go.id:8080/ n pada akhirnya nanti kita akan di-direct ke link yg kaya dua blog pertama sebutin. jangan tanya saya kenapa ya.. gak ngerti juga. hehe

Nah, nanti akan muncul tampilan berikut ini:

Silakan klik yang Pra Permohonan Personal. Bagian ini berlaku untuk yg mau bikin baru maupun perpanjang.

Selanjutnya isilah data permohonan berikut ini.

Perhatikan tanda *(bintang), itu artinya bagian tersebut fardhu 'ain untuk diisi yaa.. kalo gak ya gak akan bisa lanjut ke bagian berikutnya. Oh ya, untuk permohonan online ini hanya bisa untuk paspor yang 48 halaman ya. Gak bisa untuk yang 12 halaman.

Oh ya, seperti yang udah saya bilang, pra pendaftaran online ini bisa untuk keperluan sebagaimana nampak pada gambar berikut,

Terus tinggal isi dan lanjut-lanjut aja sih. Jangan lupa untuk mengisi semua data dengan benar. Bagian yang tidak diberi tanda bintang pun baiknya diisi saja.





Jika ada yang tanya, kok bagian nama istri/suami wajib diisi? Itu karena saya tadi mengisi status sipil saya adalah "kawin". Mungkin kalo diisinya "tidak kawin" gak akan jadi wajib diisi. Tenang aja, mblo. Hehehe

Nah, kalo yang di atas itu tadi udah diisi semua, maka STEP 1 kita sudah selesai dan akan tampil

Perhatikan bahwa metode pembayaran yang bisa dipilih hanyalah Simponi Online. Awalnya saya bingung juga itu maksudnya cara mbayarnya bagaimana?! Setelah ceki-ceki di mbah Google dapat lah info bahwa Simponi Online merupakan singkatan dari Sistem Informasi Penerimaan Negara Bukan Pajak Online. Engg.. jangan tanya saya itu cara nyingkatnya bagimana. Tanya ke yang punya gawean aja ya, yaitu Kemenkeu kita. Hehe

Sebelum sampe bisa bayar, akan muncul tampilan

dan


Kita cukup masukin captcha aja ya. Belum akan bisa memilih tanggal untuk datang ke Kanim (Kantor Imigrasi) kalau belum membayar. STEP 2 berakhir di sini. Nanti akan ada email yang memiliki lampiran file PDF berupa Bukti Pengantar ke Bank.


Pada file tsb terdapat No. Kode Bayar MPN G2 dan barcode. Jadi, kita print aja itu file lalu bawa ke bank, kalau mau bayarnya lewat teller.


Selanjutnya adalah mbayar. So, saya akan balik lagi cerita tentang Simponi Online ya.
Menurut info dari webnya kanim jaksel, dengan simponi online ini kita bisa bayar dimana aja. 24/7. Berikut adalah gambar yang saya peroleh dari link tadi. Beberapa blog menyebutkan bayarnya di bank BNI, tapi sebenernya ga cuma di bank BNI ya.. cekidot!


Jadi, kita sebenernya punya banyak pilihan mau bayar di mana. Saya sempat membaca info dari webnya Bank Mandiri bahwa pembayarnnya bisa melalui ATM, internet banking personal, maupun melalui teller di bank. Berhubung saya bukan nasabah Bank Mandiri, maka saya coba iseng tengok mobile banking yang saya punya: bank BTN dan DKI. Dan ternyata gak bisa. Hehe. Jadi saya harus ngebut ke teller bank karena saat itu udah jam 2 lewat. Pilihan saya adalah Bank BTN, karena Bank BTN deket rumah tu jarang banget rame sampe harus antre panjang. Tetapi oh tetapi, sesampainya di Bank BTN sebrang Giant Jatiwaringin, satpamnya berkata, "maaf bu sedang offline". Karena bingung mau ke mana (yang kemungkinan gak antre panjang juga), maka saya pasrah aja ke bank yang posisinya tepat bersebelahan dengan Bank BTN tadi, yaitu Bank Mandiri. Langsung ke teller dan alhamdulillah gak antre loh. Senangnya...

Oh ya, bayarnya berapa? 355 ribu, jeunk... Gak pake biaya administrasi bank lagi.


Kalau sudah selesai membayarnya, simpan buktinya! Lalu buka email yang ada lampiran Pengantar Ke Bank tadi. Di email tsb ada link untuk konfirmasi pembayaran. Klik aja "lanjut" atau copy url yang tertera di email tsb.

Pada bagian konfirmasi (maapkeun saya lupa screenshoot), kita akan diminta memasukkan nomor NTPN. Ada di slip pembayaran kok. Terdiri dari 16 digit. Tinggal masukin deh.

NTPN anda tidak sesuai?

Tenang, anda bukan satu-satunya di negeri ini yang mengalaminya. Saya juga kok tadi. Bahkan kalo kamu search di Google dengan key words "NTPN Paspor tidak sesuai" akan terlihat bahwa udah banyak yang lapor di www.lapor.go.id. Jadi bagimana? Saya dapat tips dari sini, intinya sih kita coba aja ganti angka 0 dengan huruf O, atau sebaliknya. Karena yang tercetak di slip agak nyaru tuh 0 sama O. Tinggal coba-coba aja kombinasi 0/O-nya.

Kalau sukses masukin NTPNnya, akan muncul tampilan


 Selanjutnya, tinggal pilih deh mau datang ke Kanim yang kita tuju tanggal berapa


Kalau sudah, kita akan menerima email yang isinya

Attachment pada email tersebut berisi 4 halaman, yang terdiri atas Tanda terima permohonan (lihat gambar di bawah ini), Formulir Surat Perjalanan RI untuk WNI, from isian untuk petugas loket, wawancara, dan pegawai TU, dan satunya lagi halaman kosong. Hehe.


Dengan demikian STEP 4 selesai!

Perhatikan catatan di Tanda Terima (gambar di atas ya). Persiapkan semuanya dengan baik untuk dibawa pada saat ke Kanim (Day 2).



Tuesday 29 November 2016

Pengalaman Buka Rekening di Bank BRI

Disclaimer: Post ini berisi keluhan dan pengalaman yang ga enak, kalau anda lagi ga pengen liat orang ngeluh, silakan tutup aja!
= = = = =
Ini karena masih emosi saya jadi bingung mau membuat pendahuluannya gimana.
Jadi, langsung aja.

Saya baru beberapa menit lalu balik dari Bank BRI KCP Ceger. Ya pokoknya di Ceger situ lah, jalurnya 02, dari cobiniki ke arah lampu merah rambo, sebelah kiri. Ga tau itu KCP atau apa lah. Embuh.

Saya ambil nomor antrian. Nomor 13. Sebelumnya ga pernah percaya kalo 13 adalah angka sial. Entah sekarang, masih gak percaya apa gak.

Antrian Teller pas saya datang adalah nomor 80. Satu orang konstumer sedang dilayani di CS. Sampai nomor antrian di Teller sudah beranjak ke 112, masih kostumer itu juga yang di CS.

Point 1:  wah, lama nih layanan CSnya

OK, sabar aja. Gapapa.

Setelah menunggu satu kostumer lainnya, nomor saya dipanggil. Saya dan teman saya pun beranjak ke meja CS. Saya datang berdua dengan teman saya itu karena butuh rekening BRI.

Sampai di meja CS, kami diminta menunjukkan KTP kami. "Sudah eKTP, Bu, KTPnya?" tanya si CS. Ya jelas lah. Ini KTP ngurus via jalur legal dari awal sampe tu kartu biru di tangan. Nanti lah kutulis juga ceritanya, yang juga menyebalkan.

Lalu KTP kami di-copy-kan sama CSnya. Selanjutnya  CS menyakan NPWP, kami gak bawa, lalu kami disodorkan sebuah form untuk ditandatangani. Form tsb isinya adalah keterangan bahwa kami gak punya NPWP dan alasan belum bikin NPWPnya. Saya bilang ke CSnya, "kami ni bukan ga punya, tapi gak bawa". CSnya bilang "iya bu bagian alasannya dikosongkan saja". OK lah.

Selanjutnya si CS entah ngapain dengan komputernya. Sempet ke dalam pula, entah untuk apa karena dia ga bilang juga. Kami duduk nunggu aja. Saya nunggu dikasih penjelasan tentang produk tabungan di Bank yang kami datangin itu. Walaupun siapa sih yang ga tau Bank BRI, tapi aku merasa punya hak untuk dapat informasi. Karena berkali-kali bikin tabungan di bank lain selalu dapat penjelasan produknya. Minimal ditanya "Sudah tau produk tabungan kami atau belum?", yang kalo saya bilang belum ya akan dijelaskan. Kalo saya bilang sudah yaa tinggal milih aja mau yang mana. Di Bank BRI barusan tidak ada. Saya yang aktif tanya. Kelebihan dan kekurangan masing-masing jenis tabungn pun saya yang tanya-tanya.

Point 2: CS tidak informatif

Daaaan... setelah agak lama, CS menginfokan kami, "ibu KTPnya tidak terdaftar di Kemendagri."

What??

"Jadi gimana?"
"Ibu ke Kelurahan aja dulu, bilang aja ibu mau buka tabungan BRI tapi NIKnya belum terdaftar di Kemendagri. Nanti akan didaftarkan lalu ibu diberi print bukti sudah didaftarkan"
"Tapi rekeningnya bisa tetap dibuatkan dulu kan?"
"Tidak bisa ibu. Ibu ke kelurahan dulu aja"

WHAT??

Point 3: Kaya ke Kelurahan tu ga makan waktu aja
Point 4: Bukan gue yang salah kenapa harus gue yang rempong?!

Dan akhirnya kami pulang dengan tangan hampa dan hati dongkol. Yang tadi niatnya mau beli gorengan buat yang minjemin helm sampe udah ga keingetan lagi (maaf ya mba titin).

Barusan saya sempet cerita ke teman yang kerja di bank lain. Begini pendapatnya:
1. itu CS emang ga sesuai SOP servis
2. di Bank tempat dia kerja ga ada acara harus sudah terdaftar di Kemendagri

Teman saya itu sempet nawarin ngecekin NIK lewat aplikasi cek NIK di HPnya. Di saat yang bersamaan saya juga googling dan dapat lah link ke web http://dukcapil.kemendagri.go.id/ceknik. Hasil dari kedua metode tersebut sama: ga bisa cek NIK karena webnya error.

So, bisa jadi tadi pun bukannya NIK saya ga terdaftar di kemendagri, tapi karena webnya error.

Point 5: Web Kemendagri error

Intinya sama. Rempong. Gak beres. Nyebelin.

Kalo ga terpaksa mah ogah jadi nasabah di sono.

===

UPDATE!

Pada tgl 13 Desember 2016, akhirnyaa saya berhasil punya rekening BRI...

Begini ceritanya

Pagi hari saya ke kelurahan Jatiwaringin utk meminta supaya KTP saya didaftarkan di Kemendagri, sesuai dgn info dr CS di bank BRI yg saya datangi sebelumnya. Tetapi oh tetapi.. petugas di loket kelurahan malah memasang tampang bingung dan hanya bertanya "ibu sudah punya e-KTP kan?" Aduh lelah deh. 

Oleh petugas di loket itu kemudian saya disuruh bertemu dgn seorang ibu di ruangan tempat dulu saya upreg (gatau ini tulisannya bener apa gak) data waktu saya mengurus KK baru. Petugasnya pun ibu yang sama dgn yg dulu itu. Lantas di sana saya diberi penjelasan bahwa kalau di kelurahan sistemnya offline, shg tdk bisa konek ke kemendagri, saya harus ke kantor kecamatan. Wah, pantas.. waktu urus KK dan selesai upreg itu saya sudah memastikan tdk ada data yg salah, tapi saat ambil KK di kecamatan ternyata masih ada yg salah input. Hiduplah Indonesia Raya...

Saya pun segera cuss ke kantor kecamatan yg untungnya kalo di sini nih posisinya hanya bersebrangan, yah serong dikit lah..

Sesampainya di kantor kecamatan, saya bingung. Di sana ada loket, tp tdk ada petugasnya. Jadi saya harus tanya ke siapa?? Saat itu lah saya lihat ada petugas yg sedang ngobrol dgn (mungkin) tamu. Saya permisi bertanya perihal hajat saya datang ke sana, kemudian beliau mengarahkan saya ke ruangan tempat orang mengantri utk rekam data e-KTP. 

Di ruangan rekam data e-KTP itu semua petugas terlihat sibuk. Saya agak sungkan utk sekedar mengganggu sebentar. Tapi akhirnya tetap harus saya ganggu kalo gak sia-sia lah saya datang ke sana..

Oleh bapak petugas yg saya ganggu itu saya diarahkan utk ke ruangan sebelah dalam bertemu, kalo gak salah, namanya Pak Bambang. 

Saya: permisi pak saya mau buka rekening BRI tapi kata CSnya KTP saya belum terdaftar di kemendagri
Pak Bambang: boleh saya lihat KTPnya bu?
S: *menyerahkan eKTP saya*
PB: hm.. padahal sudah eKTP ya.. dulu buatnya di disdukcapil gak?
S: iya pak saya ke disdukcapil
PB: hm.. kok bisa belum terdaftar ya?
S: mana saya tau pak

Beliau kemudian bekerja dgn konputernya. Sesaat setelah itu beliau mengembalikan KTP saya sembari berkata "ini sudah diaktivasi KTPnya mba". Saat saya tanya apakah saya bisa mendapatkan surat keterangan bahwa KTP sy sudah diaktivasi, beliau bilang "gak usah. Langsung aja. Udah aktif kok"

Saya pun mengucapkan terimakasih dan segera pamit. Tujuan saya adalah ke bank DKI yg di deretan Dunkin Donuts, sebrang komplek pertokoan Pondok Gede Plaza. Kenapa di situ? Ya karena saya taunya di situ. Itu jalur saya brgkt ke kantor soalnya.

Sampai di sana saya dapat nomor antrian 08. Wah nomor kecil, kata saya dalam hati sembari bersyukur. Saya lihat di CS (yang hanya ada satu orang saja) sudah nomor antrian 05. Harapan saya sebentar lagi saya dipanggil.

Nyatanya setelah nomor 05 selesai urusannya, bukan nomor 06 yang dipanggil. Melainkan nama-nama dari tumpukan berkas di meja CS. Saya bilang nama-nama karena tidak hanya satu nama.

Seorang costumer mendekati saya serata mengeluh "saya dari pagi nih mba.. keselak yang ngurusin BSM terus!"

Wah.. alamat pupus harapan saya ini.. Posisi saya duduk tepat di sebrang meja CS. Saya lihat tumpukan berkas BSM itu tdk sedikit. Duh..

Si ibu costumer yg sempat mengeluh itu mendatangi CSnya. Gak sabar beliau ini karena diselak terus. Padahal tujuannya hanya uk membuka blokir kartu ATM. CS pun mempersilakan ibu itu duduk dan mengurusi beliau. Sebentar selesai. Ya itu dia, antre-nya aja yg lama..

Dgn selesainya si ibu costumer nomor 06 td itu maka saya tinggal menunggu dua orang lagi donk harusnya? 08 - 06 = 02 kan? Matematika di belahan dunia mana pun akan begitu. Tapi tidak di BRI sini. Saya harus bersabar menunggu tumpukan berkas BSM itu selesai. Rasanya? Keki. Kenapa yg mengurus BSM tdk pakai nomor antrian juga? Jadi kan saya ga merasa bego matematika!

Sekitar satu jam kemudian nomor saya dipanggil. Saya pun bergerak ke CS. Duduk manis lalu menjelaskan tujuan saya. Seperti sebelumnya, CS meminta KTP saya utk dicopy. Terlihat tidak ada masalah sampai di sini. Rekening saya bisa dibuat. Walaupun, sepertu sebelumnya pula, tdk ada penjelasan menenai produk bank tsb. Saya yg bilang langsung "saya mau buka simpedes aja".

Dan saat saya bilang "saya ga may ATM instan mba. Saya mau yg ada namanya. Menunggu beberapa hari gak apa-apa". Ini memang prinsip saya; ga mau ATM yg gak bernama. Biasanya di bank lain saya akan menerima jawaban "menunggu satu minggu ya bu" dan saya tdk keberatan menunggu satu minggu. Tapi apa jawaban si mba CS tsb? Ini dia... "kita lagi gak bisa bu. Ibu coba di kantor cabang lainnya saja ya". Well, this is new for me. Hadeuh..

Ya sudah akhirnya saya pulang dgn membawa buku tabungan simpedes dan kartu ATM instan.

Akhirnya saya punya rekening BRI!

Beberapa hari setelah itu, saya mengantar mama mertua ke bank BRI di dekat SDN Jatiwaringin 01. Di sana saya sempat tanyakan mengenai pembuatan ATM bernama. Jawaban yg saya peroleh : kami tidak bisa bu. Coba ibu ke kantor cabang di dalam Pondok Gede Plaza.

Lelah hayati baaaaaaaaangggg...

Sunday 20 November 2016

Kecewa sama produsen teh Sosrodjojo

Teh, apalagi bagi orang jawa, udah menjadi semacam lifestyle. Saya sih ga terlalu suka minum teh, tapi sebagian besar keluarga saya suka. Apalagi suami.

Teh favorit suami adalah teh tubruk. Keluarga suami sudah menjadi pelanggan setia dari produk teh tubruk Sosrodjojo selama bertahun-tahun.

Bungkus teh Sosrodjoyo, difoto dulu sebelum dibuang

Saya yang sering kebagian bikinin teh untuk suami sebenernya mulai gak sreg sama teh merk ini beberapa bulan belakangan. Tapi biasanya ya sudah lah ga terlalu gimana-gimana ga sregnya.

Until today..

Kutemukan ranting-tanting yang ukurannya bikin sebel.. (note: kemasan margarin hanya sebagai pembanding ukuran)
Sore tadi aku mau bikinin teh buat suami. Di toples penyimpanan teh, ada satu bungkus yang sudah dibuka. Aku habisin dulu aja itu yang udah dibuka itu. Dan kutemukanlah ranting-ranting di foto itu!! 

Namanya mau minum teh kan artinya minum seduhan DAUN teh bukan RANTING. Ya kan? Jadi gimana ga sebel coba nemu ranting-ranting tsb?!

Tarik napas... buang perlahan...

The tea making must go on..

Teh pun diseduh dalam gelas besar. Aduk. Tunggu sebentar. 

Pemandangan dari atas gelas
Warna air di gelas perlahan berubah menjadi kecoklatan. Dan karena ranting mungkin masa jenisnya lebih rendah dari daun, maka para ranting itu pun mengambang dengan cantiknyaaa...

Lalu saring ke gelas yang agak kecilan. Nah, pas disaring itu lah... Ah, liat aja sendiri deh gambarnya

Hasil saringan tehnya.. Arrghhhh
Ranting!

Ini saya ga sengaja pake teknik tertentu supaya ranting yang kesaring. Emang itu yang terjadi. Dan pemandangan ranting tersaring begitu bukan kali ini aja saya dapatkan. Baru kali ini aja saya tulis saking udah sebelnya.

Saya berharap perusahaan Sosrodjojo bakalan memperbaiki kualitasnya. Karena teh yang sudah ada sejak Indonesia belum merdeka ini, kan salah satu merk teh andalan keluarga Indonesia. 

Yah, semoga..



Tuesday 8 November 2016

Trial 2 Benedict; si hijau dan si biru

Kemarin saya baru ngeh kalo dapat Benedict baru dari supplier rekanan untuk lab biologi sekolah kami. Lumayan ada beberapa liter.

Tapi kok reagen Benedictnya warnanya hijau ya?

Saya lalu membandingkan dengan stok reagrn Benedict dari pembelian sebelumnya. Warnanya biru kok. Sebagaimana saya familiar dengan warna reagen Benedict.

Btw, reagen Benedict ini biasanya digunakan utk menguji adanya gula pereduksi ataupun gula non pereduksi dalam suatu sampel. Gula dalam sampel akan mereduksi Cu2+ dalam reagen menjadi Cu+, yang ditandai dengan perubahan warna campuran sampel plus reagen menjadi warna hijau --> coklat --> merah bata. Biasanya Cu+ akan membentuk endapan berwarna merah bata di dalam tabung reaksi.

Untuk menguji sampel yang mengandung gula non pereduksi, dibutuhkan penambahan asam dalam suhu tinggi (standar saya minimal 80`C), lalu dinetralkan pHnya dengan senyawa basa setelah sebelumnya diturunkan dulu suhu mixture di dalam tabung.

Nah, hari ini saya menguji kedua reagen Benedict yang ada di lab; si hijau dan si biru. Sekaligus, saya mau mencoba optimasi metode uji Benedict utk gula non pereduksi dgn protokol yang saya dapatkan dari sebuah pastpaper ujian Cambridge A level. Sampel yang saya uji adalah larutan 1M Sukrosa.

Protokolnya sebagai berikut:
1. Siapkan waterbath dengan suhu +/-80`C
2. Masukkan 2ml sampel ke dalam tabung reaksi
3. Tambahkan 2ml HCl 1M ke dalam tabung reaksi
4. Panaskan selama 2 menit, setelah itu dinginkan dalam air dingin (suhu ruang) selama 2 menit
5. Tambahkan X sendok spatula (yg kecil itu lhoo) natrium bikarbonat --> dalam pengujian saya kali ini saya mencoba jumalh natrium bikarbonat yg berbeda-beda (1, 2, dan 3 sendok spatula)
6. Panaskan dalam waterbath selama Y menit --> saya menguji lama waktu yg dibutuhkan utk uji dengan 2 jenis reagen yang saya punya
7. Amati dan catat perubahan warna yg terjadi.

Nah, sebenarnya ketika awal pengujian, saya agak menyangsikan si Benedict yg warnanya hijau. Kenapa? Karena hijau merupakan warna indikator untuk hasil positif pada uji Benedict ini. Lah, kalo belum apa-apa aja udah hijau, kumaha atuh?

Ternyata hasilnyaaa...
Baik si biru dan si hijau dapat digunakan utk uji Benedict terhadap gula non pereduksi. Tapi dengan waktu pemanasan yang berbeda.

Untuk si biru, saya hanya butuh waktu 1,5 - 2 menit saja. Untuk protokol di kelas akan saya bulatkan menjadi 2 menit lah biar aman (dan gampang hafalnya, hehe). Sementara si hijau perlu waktu 5 menit. Lumayan yaaa bedanya...

Sementara natrium bikatbonat yang diperlukan adalah sama untuk kedua jenis reagen Benedict, yaitu 2 sendok spatula.

Demikian hasil coba-coba saya hari ini :D

Keterangan foto:
Ini adalah hasil uji Benedict saya tadi. Tiga tabung sebelah kiri menggunakan reagen Benedict yang hijau, tiga tabung yg kanan menggunakan reagen Benedict yang biru. Urutan dari kiri ke kanan utk masing-masing kelompok trial reagen Benedict adalah menggunakan 1, 2, dan 3 sendok spatula natrium bikatbonat.

Disclaimer: reagen Benedict kami beli dari supplier dan pada kemasan tidak terdapat komposisi senyawa penyusunnya, jadi kami hanya dapat menyebutnya sebagai "si hijau" dan "si biru".

Mengurus Surat Keterangan Sehat dan Bebas Narkoba di RS Cijantung Kesdam Jaya

Biasanya saya urus surat keterangan sehat (SKS) dan surat keterangan bebas narkoba (SKBN) di RSUD Bekasi. Gak inget sih biasanya habis dana berapa kalo di sana, tapi kali ini saya mau nyoba pengalaman baru: urus SKS dan SKBN di RS Cijantung Kodam Jaya.

RS Cijantung Kodam Jaya ini adalah milik Angkatan Darat. Lokasinya di Jl. Kesehatan Cijantung. Tadi saya masuk dari jalan yg dekat Mall cijantung, ikutin jalan lalu puterbalik kemudian belok kiri di jalan kesehatan. Kayanya sih ga ada angkot yang lewat, tapi ga tau deh ga terlalu merhatiin soalnya td naik motor.

Sampe di sana saya langsung parkir. Dapat tiket parkir yang ditulisin jam 9:45.

Lalu ke mana? Yah namanya juga baru sekali ke situ. Mari tanya bagian Informasi yang letaknya sangat strategis dan sangat terlihat dari depan RS. Di bagian infomasi ada dua orang ibu-ibu yg ramah dan sangat informatif (ya iya lah).

Oleh ibu di bagian informasi saya disuruh jalan ke arah dalam, mentok, lalu belok kiri dan jalan lg sampe ujung. Ada tulisannya MCU plus apa gitu, singkatan gitu jd saya ga inget. Hehe

Pas jalan ke sana, ngebatin juga, ini ga pake daftar dulu apa? Kao di RSUD Bekasi kan kita harus daftar dulu di pendaftaran depan. Nah di sini ternyata daftarnya langsung di tempat MCU tadi itu. Di situ sama petugasnya saya disuruh isi di 3 potong kertas. Satunya pengantar ke lab, satunya surat keterangan, satunya lagi apa ya saya lupa. Hehe maap. Yang diisi cuma data standar aja kaya nama, alamat, umur, tanggal lahir, dll. Setelah itu saya disuruh cepet-cepet ke kasir supaya bisa cepat ke laboratorium.

Lah kasirnya di mana?
Tanya lagi sama ibu di informasi. Ternyata kasirnya ada di samping IGD. Di sana tidak antre lama. Hanya menunggu beberapa menit lalu dipanggil dan disuruh bayar.

Berapa biayanya?
Untuk SKS plus SKBN bayar 200rb saja. Saya bilang "saja" karena di RS Polri 275rb, di RSKO 250rb, di RS Adhyaksa 275rb (disclaimer: info ini saya dapat dari teman-teman satu kantor, saya tdk tanya langsung ke RS tersebut)

Habis itu buru-buru ke lab.

Labnya di mana?
Kata mbaknya yg di kasir sih di dekat Poli Kebidanan. Nah poli kebidanannya di mana pun saya tak tau. Udah nyoba cari sendiri tapi pada akhirnya saya tanya lagi sama ibu di bagian informasi.

Sesampainya di lab saya diarahkan utk langsung ke loket 1. Dapat wadah utk tampung urin. Kebetulan emang lagi pengen pipis sih, makanya bs nampung satu pot urin penuh. Pot urinnya lalu diserahkan kembali ke loket 1.

Setelah menunggu beberapa saat (ga lama kok, sekitar 10-15 menit aja) nama saya dipanggil. Hasilnya udah jadi. Yang diukur ada 3 parameter: metamphetamin, THC, sama morphin. All negatives. Ya iya lah..

Terus cus langsung ke bagian MCU yang di belakang td. Surat keterangan sehatnya ternyata udah jadi. Dan itu ga pake acara kita ditensi atau hitung denyut nadi apalagi tes penglihatan dan buta warna. No. Langsung dianggap hasilnya baik semua. Bagus lah jadi cepat. Haha

Next fotokopi. Di mana letak tempat fotokopi?
Kata petugas di MCU ada di dekat optik. My God... optiknya di mane?? Katanya dekat IGD. OK lah saya jalan ke luar, arah IGD. Tak nampak ada optik apalagi tempat fotokopi. Sempat tanya sama bapak bercelana training tp dapat jawaban yg tidak cukup membantu. Akhirnyaaa kembali ke ibu di bagian informasi. Duh bu, jasamu padaku begitu besar..

Ternyata fotokopinya ada di dalam. Kalo ke MCU kita beloknya ke kiri dari arah informasi tadi, nah kalo ke tempat fotokopi jalannya ke kanan. Ga jauh dari lab sih sebenernya. Ya sudah lah pegel dikit gapapa.

Biaya fotokopinya 5rb utk 5 lbr SKS dan 5 lbr SKBN.

Habis itu balik ke MCU tadi itu utk minta legalisir. Ndilalah petugas yg berwenang utk tandatangan sedang ada tamu, jadi harus menunggu.

Saya lirik jam, 10.37. Jadi hanya sekitar setengah jam surat-suratnya jadi. Tapi nunggu agak lama nih utk dapat tandatangan legalisir.

Jam 11.15 perut saya keroncongan. Biasa lah belum sarapan. Saya lirik di dekat MCU itu ada kantin. Ya udah saya makan di situ pake nasi dan gudeg telor plus es teh. Tastenya biasa ajah. Tapi yang penting perut ayem. Saya bayar 17rb utk yang saya makan, termasuk satu kerupuk udang.

Saya ga tengok jam pas ambil legalisiran. Pokoknya pas saya kembali legalisirnya udah ada, siap dibawa pulang. Biaya legalisir 10rb.

Selesai! Hore ga pake ribet!

Langsung cus menuju parkiran. Pas di loket bayar parkir saya tengok jam saya. 11.45. Total waktu utk urus semuanya (plus sarapan atau makan siang, entah lah) adalah dua jam saja. Jauh lebih cepat dibanding di RSUD Bekasi. Tapi kalo di RSUD Bekasi memang kita beneran dicek sama dokter umum dan spesialis kejiwaan sih. Jadi agak lama.

Di parkiran saya diminta bayar 3rb.

Jadi total biaya yg keluar di RS Cijantung Kesdam Jaya (exclude makan di kantin ya) adalah
200rb utk biaya SKS dan SKBN
5rb utk fotokopi
10rb utk legalisir
3 ribu utk parkir motor
Total : 218rb

Alhamdulillah